Asro Pun' Blog

Sikuncup : (5) Beranilah!

Posted by asro on 11 December 2008

Mami tersayang,

Sungguh-sungguh saya tak dapat mengerti.   Sangat gelap di sini!   Saya dapat merasakan Mami.   Saya dapat menyentuh Mami dari segala sudut.   Saya dapat membaca hati dan pikiran Mami.   Tetapi saya tidak dapat memandang wajah Mami.   Betapa gembiranya bila saya sanggup membayangkan wajah  Mamiku tersayang.   Berapa lama lagi saya harus menanti dalam kegelapan ini?

Betapa intimnya kita menghayati hidup ini bersama-sama!   Tak pernah saya begitu merasa jadi milikmu seperti hari ini!   Jantung-jantung kita berdenyut dalam satu nada;   darah Mami mengalir ke dalam urat-urat nadiku.   Saya milik Mami dan Mami milikku.   Setiap yang memacu denyut jantung Mami, memacu denyut jantungku pula.   Perasaan-perasaan Mami menjadi perasaan-perasaanku, hidup kita terlebur jadi satu.

Pagi tadi saya melihat Mami bicara dengan oma.   Dengan ragu-ragu, Mami duduk dekat oma sementara beliau membaca di sofa.   Kalian berdua sendirian.   Ayahnya Mami, opaku, telah pergi kerja.   Mami bersandar pada bahu oma, menyembunyikan wajah di belakangnya dan berbisik : “Mami, saya harus menyampaikan sesuatu kepadamu ………………… saya hamil…………………..”.

Segera setelah rahasia yang lama terpendam itu lepas dari bibir Mami, Mami hampir pingsan.   Begitu cepat denyutan jantung Mami.   Mata Mami menyuram!   Beberapa saat setelah mata Mami bertemu dengan mata oma, Mami merasa hancur berantakan.   Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut oma.   Tetapi Mami dapat membaca dalam mata itu rasa sedih dan terkejut, seolah-olah sebilah belati telah ditancapkan pada jantungnya.   Kalau dapat rasanya Mami mau lenyap ke perut bumi.

Lalu oma menutup wajahnya dengan kedua belah tangan sementara Mami sia-sia menantikan sepatah kata, hanya satu kata saja.   Jantung Mami membeku dan Mami tenggelam dalam gelap serta tidak sadarkan diri.   Betapa mengerikan, menghina cinta orang tua, menghancurkan kebanggaan dan harapan-harapan mereka!   Oma sekian terpukul sehingga ia tidak mampu mengucapkan sesuatu, bahkan sepatah kata saja sebagai tanda pengertian yang sekian Mami perlukan di saat itu.

Saya yakin, sore ini oma akan berbicara dengan opa tentang Mami dan saya.   Saya sangat sedih karena menjadi pangkal sekian banyak kesusahan dan kesedihan.   Tetapi Mamiku tersayang, beranilah!   Kita berdua masih muda.   Kita nekad mau hidup.   Masih banyak hari menantikan kita : kita masih dapat berbahagia karena saling bercinta.   Mami akan mengalami salah satu dari kegembiraan-kegembiraan terbesar dalam mendekapkan kedadamu, seorang anak, milikmu sendiri, yang akan meneruskan hidup Mami.   Ia belahan Mami sendiri.

Mami harus mampu mengatasi pengalaman yang mengerikan ini.   Mami harus mampu bertahan.   Mami lihat, kini orang-tua Mami sekian terkejut dan sedih sehingga dapat saja mereka terdesak untuk mengambil suatu keputusan yang gegabah yang kelak pasti mereka sesalkan.   Jika Mami mampu menolak rencana mereka justeru pada saat ini dan berani menanggung akibat-akibat kesalahan Mami, suatu hari mereka tentu bangga akan Mami.   Setiap kita kadang-kadang melakukan kesalahan.    Begitulah manusia, tak seorangpun akan heran.   Tetapi membunuh anak sendiri hanya dengan maksud untuk menutup-nutupi kesalahan adalah suatu kemunafikan besar, suatu cinta diri yang berlebihan, suatu kekecutan hati yang memalukan, suatu kejahatan yang keji.   Beranilah Mami.   Masih ada cinta dan hormat terhadapmu.   Puteramu akan mencintai Mami selama-lamanya!

SI KUNCUP

One Response to “Sikuncup : (5) Beranilah!”

  1. paul uran said

    artikel ini sangat menyentu hati setiap wanita
    saran saya sebaiknya lebih difokuskan pada remaja yang lagi sedang mencari jati diri

Leave a reply to paul uran Cancel reply